Nunggu Maghrib (7)

Java Tivi
0

Tiga Makhluk Pertama yang Menyombongkan Diri di Hadapan Tuhan (Bag. 2)



‎Sebelum dilanjut, ada 2 pertanyaan tentang tulisan di judul pertama kemarin. Pertama, jenis khatir apa yang menjadikan para malaikat itu merasa sudah cukup bertasbih pada Tuhan?. Kedua, jika makhluk Tuhan yang tak bernafsu adalah malaikat, mengapa mereka bisa sombong?


‎Pertanyaan tersebut akan nampak dalam penjelasan tulisan di bagian kedua ini.


‎Seperti puasa yang terbagi menjadi tiga tingkatan : puasa fisik, puasa pikiran, dan puasa hati. Begitu juga dengan dzikir kepada Tuhan. Puasa fisik hanya sebatas menahan lapar, haus, bersenggama dengan istri/suami, dan hal-hal materil lainnya. Puasa pikiran, kita mengendalikan amarah, buruk sangka, curang, ghibah, dendam, dan hal-hal semacamnya. Terakhir adalah puasa hati, dan ini paling ekstrim, yaitu tidak mengingat apa-apa kecuali Tuhan. Jika pun dia berpikir tentang hidup/dunia, maka hanya dalam _frame_ besar, bahwa hidup/dunia adalah makhluk / ciptaan Tuhan. Hampir sama dengan dzikir. Sejak dzikir dhohir, amalan-amalan wirid lisan, dibaca sekian, diamalkan di waktu ini dan itu. Kedua adalah dzikir akal, yaitu memikirkan penciptaan langit dan bumi beserta apapun di dalamnya untuk semakin mengingat Tuhan. Dzikir ketiga ini yang paling repot, karena hati kita tak boleh ada sesuatu apapun selain Tuhan. Jangan dipikirkan, saya sendiri juga tak bisa. Heheh.


‎Khotir malaikat yang protes dalam Al Baqoroh : 30 adalah jenis khotir robbani, efek dari puasa/dzikir ketiga 3 tadi yang lumrahnya dilakukan para malaikat. Lalu mengapa mereka merasa cukup berdzikir pada Tuhan kemudian layak protes? Ini mengapa ayat itu yang diturunkan, tentang kelalaian, kekhilafan, yang bahkan malaikat bisa melakukannya. Mengapa, bukankah malaikat tak bernafsu? Semata untuk menunjukan bahwa mereka hanyalah makhluk, bukan Tuhan yang tak bisa salah. Meski kesalahannya 'tidak umum', seperti penjelasan puasa tadi. Orang yang puasanya sudah level pikiran, akan merasa berdosa saat ia tak mampu mengendalikan pikirannya sekalipun masih menahan lapar dan haus. Di tingkatan hati, orang akan merasa sangat sedih ketika hatinya melupakan Tuhan, dan berpaling fokus ke dunia. Mirip seperti seorang kekasih yang lagi sayang-sayangnya, namun tiba-tiba yang dicinta tak bersamanya lagi. Itulah satu arti dari kata _'Iblis'_ , *yang bersedih hati,* *putus harapan*, lalu *menjadi jahat*. Ada benarnya, cinta ditolak dukun bertindak. Bukan hanya berlaku pada wanita/pria, tetapi juga cinta jabatan, cinta uang, cinta warisan, dsb. Sebab hatinya merasa sangat bersedih, putus harapan, lalu menjadi jahat. Dan dia menjadi _'Iblis'_.


‎Di tulisan pertama, sudah disebut bahwa nama Iblis adalah Al Haris. Sebutan Iblis itu hanya 'panggilan', a.k.a, bukan nama sebenarnya. Di web saya sudah diceritakan dari awal kisah tentang 'bani' (keluarga) Al Haris ini. Sampai memiliki cicit bernama Hammah, yang bersyahadat pada Nabi Nuh, ikut naik bahtera, lalu hidup sampai nabi-nabi selanjutnya. Termasuk menerima titipan salam dari Nabi Isa untuk Nabi Muhammad.


‎Dalam 10 hari awal ramadan ini, mungkin tulisan-tulisan ini terkesan seperti dongeng, omong kosong, _mblandrang_. Ini memang awal, untuk membahas secara epistemologi pemahaman-pemahaman spiritual. Mudah-mudahan, di 10 hari kedua, kita akan beranjak ke wilayah aksiologi, tentang bagaimana semesta ini bekerja, keajaiban-keajaiban terjadi, dan koneksi antara fisika kuantum dan dunia spiritualitas. Terakhir, di 10 hari menjelang lebaran, mudah-mudahan bisa bercerita tentang sisi ontologis dari pemahaman-pemahaman ini. Berawal dari mengetahui, lalu mengalami, dan kemudian fase terakhirnya adalah *menjadi*. _From knowledge to experience and then Being_.


‎Terakhir, sebab ini sudah terlalu panjang. Kesombongan apa yang dilakukan Iblis? Mengapa ia ikut disuruh sujud sedangkan tidak ikut protes seperti malaikat al adna?


‎Sebab Iblis (Al Haris) yang merupakan dari golongan jin, kesucian jiwanya sudah sampai level para malaikat tersebut. Khotir Rabbani yang didengar malaikat itu bersamaan didengar oleh Al Haris. Di 'waktu' yang sama saat malaikat protes, Iblis juga sama-sama protes. Dan sebenarnya, bukan tentang protes itu yang menjadikan mereka 'dihukum'. Melainkan, melanggar ketaatan saat khotir robbani (perkataan Tuhan) diperdengarkan pada mereka. Menjadi lebih parah ketika Al Haris marah, merasa lebih suci, dan layak menjadi kekasih Tuhan terdekat. Maka kondisi ( ءحول ) hati Al Haris itulah (yang marah, bersedih hati, putus harapan/cinta, lalu menjadi jahat dengan sumpahnya) yang mendapat gelar *Iblis*. Dan berlakulah hadits nabi, ان عند ظني عبد. _Aku (Tuhan) itu seperti prasangka (kondisi hati) hamba-Ku._ Kemarahan, putus asa, dan sedih hatinya Iblis, yang menjadikan dapat gelar لعنطواللة عليه , la'natullah alaihi, laknat Allah bersamanya, adalah 'reaksi' Allah dari sikapnya sendiri. Secara bahasa manusia, Allah marah, sedih, dan menghukumnya begitu fatal.


‎*Bersambung sik.. ngopi sik luuur...*


‎ذهب ظمء و بتلتل ءرق و ثبتل اجر انشا الله


‎Rabu, 29 Maret, 7 Ramadan 2023

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)