Nunggu Maghrib (3)

Java Tivi
0

Hukum, Akhlak, dan Cinta



Ma'iz bin Malik datang ke rasulullah sampai 3x mengadukan dirinya telah berbuat zina. Tiga kali itu juga dia ditolak, diacuhkan oleh rasulullah.


‎Kisah lain, tentang seseorang yang tertangkap mencuri dan terbukti. Lalu akan diadakan qisos, potong tangan. Tapi ketika akan di eksekusi, wajah rasulullah berpaling, masam. Singkat cerita, eksekutor dialog lama dengan rasulullah, dan akhirnya si korban pencurian itu memaafkan dan qisos pun batal.


‎Kisah terakhir yang akan kita jadikan contoh untuk judul ini adalah sosok Wahsyi, pembunuh dan pemakan jantung Hamzah bin Abdul Muthalib, paman rasulullah yang syahid di medan perang Uhud. Wahsyi akhirnya berbai'at, memeluk Islam. Tapi dengan syarat, jangan sering-sering bertemu dengan rasulullah. Bahasa orang awam seperti kita mungkin : _Enek gua liat elu!_


‎Bahwa hidup harus ada hukum, itu jelas. Tapi bahwa hukum saja tidak cukup. Sebab kompleksitas persoalan manusia tidak hanya cukup diselesaikan dengan pendekatan hukum. Bahasa bijaknya, _Seperti apapun jahatnya manusia, ia tetap layak diselamatkan_ .


‎Kisah pertama tentang Ma'iz bin Malik. Zina adalah dosa dengan _algoritma_ paling ruwet. Disebut tidak lebih besar dosa zina daripada membunuh, tapi pembunuhan cukup disaksikan 2 orang. Berbeda dengan zina, jika kita ingin melaporkan seseorang berzina (dalam hukum Islam) harus membawa 4 orang saksi yang semuanya _live streaming_ . Empat orang itu lihat secara langsung ketika (maaf) _tiang/batang_ si pria memasuki _liang_ si wanita. Dan itu hampir mustahil terjadi. Sebaliknya, jika tidak dengan syarat itu, laporan batal. Dan bahkan bisa berbalik pada si pelapor untuk menjadi tersangka sebab menuduh seorang mukmin berzina. Itu juga dosa berat. Seorang mukmin tak boleh menuduh sesamanya telah melakukan perzinaan tanpa syarat dan ketentuan di atas tadi. Ruwet.


‎Di sisi lain, semisal ada pria yang menggauli wanita sampai hamil, lalu bersedia menikahi, anak yang lahir nasabnya hanya ikut ibu. *Bin* / *binti* ibunya. Tak berhak mendapatkan warisan ayah, sekalipun secara DNA (zaman ini) terbukti itu adalah ayahnya.


‎Dari sekian keruwetan algoritma dosa zina itulah, rasulullah menolak Ma'iz. Dari hadits كول موعفن الا مجهرين _Kullu mu'affan illa mujahharin_ , setiap umatku dimaafkan dosanya kecuali yang cerita-cerita. Maksudnya, biarkan dosa-dosa personal itu menjadi urusan sir dan Tuhan saja. Jangan diceritakan ke orang-orang. Pasti diampuni oleh Tuhan. Lho, lalu bagaimana sisi hukumnya?


‎Itulah akhlak Allah dan rasulullah. Semua dosa diampuni, mudah, tapi tidak dengan beban/jejak dosa di dalam tubuh seseorang itu. Termasuk kisah Wahsyi di atas. Cinta (rahman) Allah tidak boleh menolak mereka yang bertaubat, tapi sisi manusia rasulullah juga tak bisa dielakan.


‎Dalam DNA manusia menyimpan data hidup, menjadi blueprint diri manusia yang semua dosa dan amalnya tercatat. Jika kita mewariskan DNA yang penuh dosa, maka itu akan jadi *laten* untuk generasi kita. Anak cucu kita akan mudah tergoda ketika ada kesempatan berbuat itu. Solusinya? Taubat dan perubahan diri.


‎Judul di atas adalah 3 level tata aturan manusia. Bahwa ada pendekatan lain di sisi hukum, secara Islam. Beda lagi dengan hukum konsensus, sebab mengambil mangga tetangga yang jatuh saja bisa dipidana, apalagi mencuri. Sebaliknya, pencuri di zaman umar justru dimaafkan dan yang menjadi 'tersangka' adalah korban yang ternyata kaya tapi membiarkan tetangganya kelaparan. Itulah keadilan. Sebab, keadilan bukanlah ukuran manusia. Keadilan adalah sistematika yang Tuhan ajarkan dari langit agar semesta ini tetap seimbang. Seperti puasa ini, setidaknya kita merasakan derita lapar dan haus, sabar dari apapun, seperti yang dialami saudara kita _di luar sana_ tiap hari. Sebab untuk mereka yang terbiasa kelaparan, ramadan bukan hanya datang sekali dalam 1 tahun. Tapi setiap hari adalah ramadan. Bersyukurlah kita yang tak setiap hari bersama ramadan.


‎_Dzahaba dhoma'u wabtalatil uruqu wa tsabatal ajru, insya allah_


‎Selamat menunggu berbuka.


‎3 ramadan, Sabtu 25 Maret 2023

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)