Taqwa : Kesadaran Titik Nol

Java Tivi
0

 1 Ramadan, 1 Maret 2025


‎Akan sulit jika syarat menjadi takwa adalah mengerjakan semua yang diperintahkan Tuhan dan menjauhi semua yang dilarang oleh-Nya. Itu tidak mungkin secara _aksioma_ (mutlak), baik secara logika matematis terlebih lagi dalam prakteknya. Logika matematika sendiri mengatakan (ada yang namanya teorema Godel), bahwa semakin sempurna sesuatu, maka pasti itu semakin tidak konsisten, aneh, absurd, mustahil ada. Sebaliknya, semakin konsisten sesuatu, maka semakin jauh dinilai sempurna. Manusia tidak akan disalahkan sepenuhnya dari dosa-dosa yang ia lakukan. Sebab, ketidaksempurnaan manusia menampakan kesempurnaan Tuhan. Karena manusia tidak sempurna-lah, sesuatu yang sempurna pasti ada, dan itu Tuhan.


‎Lalu apa batas taqwa yang standar?


‎Judul di atas adalah salah satu alternatif untuk memahami apa itu takwa. Kesadaran titik nol, tidak kurang, juga tidak berlebihan. Kita berjalan dengan dua cara, yang pertama adalah "kaki kebaikan" dan yang kedua adalah "kaki menjauh dari larangan". Dua kaki inilah yang jika kita mengerjakannya dalam hidup, predikat _la'alakum tattaqun_. Derajat taqwa yang dituju dari praktik puasa di bulan ramadan.


‎Kesadaran titik nol, bukan berarti kita tidak bisa salah atau berbuat dosa. Seperti pernyataan di atas, ketidaksempurnaan manusia menampakan kesempurnaan Tuhan. Juga, seperti hukum alam, semesta ini selalu memperbaiki dirinya. Baik itu alam semesta atau diri kita masing-masing. Itu yang dinamakan *hukum timbal balik*, _feedback_. Dalam tubuh kita sendiri ada yang namanya sistem *homeostasis*. Sistem yang otomatis berjalan ketika terjadi ketidakseimbangan baik dalam tubuh atau pun kulit. Contoh kecil ketika kulit kita terluka (_ledes-ledes_), tanpa kita perintahkan, kulit dan darah akan memperbaiki dirinya sendiri.


‎Begitu juga kesadaran titik nol, atau taqwa. Saat kita bersalah segera belajar dan memperbaiki diri, dan ketika beramal baik segeralah sadari bahwa itu anugerah Tuhan, bukan atas kekuasaan diri sendiri.


‎Yunus ayat 58


‎قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ


‎Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”


‎Bahwa apa saja yang manusia kumpulkan, harta benda, itu tak berarti tanpa perbuatan baik yang diperintahkan Tuhan. Dan perbuatan baik itu justru kekayaan yang utama melebihi harta benda. Sebab, dunia didominasi orang-orang berkuasa yang tidak memiliki kesadaran, betapa berkah¹-nya hamba-hamba yang diberikan keberlimpahan namun tetap dalam perintah-perintah kebaikan dari Tuhan. Dan untuk mencapai itu, umat muslim harus melakukan _perjuangan_ selama ramadan. Perjalanan _pendek_ tapi lebih banyak dari kita yang gagal. Mungkin, kita butuh lebih dari satu bulan untuk berpuasa. _It's just might be_.


‎¹berkah : sesuatu yang tak sesuai harapan, tapi tak menjadi beban dan menjadikan kita makin mesra pada Tuhan


_Dzahaba dhoma-u wabtalatil uruqu wa sabatal ajru, insyaallah..._

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)