Nunggu Maghrib (22)

Java Tivi
0

Kotor dan Bersih



‎Imam Syafi'i punya teman sekaligus guru dari luar lingkungan Kuttab-nya (kalangan terpelajar). Beliau bernama Syaiban Ar Ro'i, ulama _masthur_ (tak dikenal) si penggembala domba. Kita tidak akan bahas kewalian yang hampir pasti teman-teman rasionalis menolak itu. Kita akan bahas yang berkaitan dengan judul di atas.


‎Ahmad bin Hambal, murid Imam Syafi'i saja sampai heran dan agak meremehkan. Mengapa orang se-terpelajar gurunya mau duduk berdiskusi dengan penggembala kambing. Mereka diskusi tentang zakat. Singkat cerita, jika menurut Imam Syafi'i zakat kambing itu kalau sudah sampai nishob (40 kambing). Zakatnya adalah 1 ekor kambing dalam hitungan 40 ekor kambing. Tapi menurut Ar Ro'i, satu kambing pun ada zakatnya. Sebab, kita tidak tahu rejeki syubhat apa yang ada dalam 1 ekor kambing itu. Singkat kata, harta banyak atau sedikit, itu perlu dibersihkan. Meski dengan syarat dan ketentuan yang berbeda.


‎Syaikh Abdul Qodir Al Jailani mengutip Sayidina Ali Kwh. dalam salah satu kitabnya, bahwa *al halal halalu hukmu, wa la halalu 'ayni*. Halal haram, bersih kotor itu hukum, tapi yang sebenarnya itu tidak bisa bersih/halal seutuhnya. Misal kita sudah mandi besar, sudah wudlu, apakah kita sudah suci? Secara hukum, iya. Tapi secara 'sesungguhnya', kita masih kotor, sebab kemana-mana bawa kotoran di dalam usus besar kita (ini kata Ali bin Abi Thalib). Jadi, seperti konsep *yin yang* dalam tradisi *Taoisme*, bahwa ada kekotoran dalam kesucian, dan ada kesucian dalam kekotoran. Ada pohon dalam sebutir benih, ada manusia dalam setetes air hina (mani), ada ujian dalam kenikmatan, dan ada kenikmatan dalam setiap ujian hidup.


‎Maka, mungkin ini yang disebut sikap moderat. Berdiri di tengah, tidak terkontaminasi lingkungan, bahwa betul kita berdosa, tapi juga pernah berbuat pahala. Sebaliknya, kita mungkin ahli amal, orang alim, umat Sholih Sholihah, tapi bukan berarti kita tak punya dosa, kenangan kelam, sisi lemah, dan sebagainya. Bahwa sekali lagi, keburukan atau dosa tak menjadikan kita lantas buruk, atau tak layak *berdekatan* dengan Tuhan. Sebab, jika Tuhan hanya menerima orang-orang suci, maka itu Tuhan yang tak berguna. Seperti kata Jalaludin Rumi :


‎Air berkata pada baju yang kotor, "Mari, sini, mendekat,"

‎"Tidak, aku kotor dan bau," kata baju.

‎"Jika hanya aku yang bisa membersihkanmu, maka mengapa kau lari dariku?"


‎Dan itu adalah pengibaratan seorang hamba pada Tuhannya.


‎ذهب ظمء و بتلتل ءرق و ثبتل اجر انشا الله


‎Kamis, 13 April, 22 Ramadan 2023

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)