Takdir dan hal-hal rumit tentangnya
Hampir pasti, perdebatan tentang takdir dimulai sejak awal peradaban manusia. Meskipun memang yang menjadikan perdebatan takdir itu populer, muncul saat paham _jabariyah_ dan _qodariyah_ berdialektika. Masing-masing punya alasan logis dan ulama-ulama 'tangguh' yang memegang keyakinan itu. Antara : apakah Tuhan hanya merencanakan lalu manusia yang menentukan, ataukah Tuhan menentukan dan manusia hanya bisa berencana lalu menjalankan ketetapan-Nya. Bahkan, pakar teologi Islam Prof. Harun Nasution 'menfatwakan' untuk tidak menyertakan iman kepada takdir sebagai rukun Iman ke-6. Saking ruwetnya.
Jadi, apa itu takdir? Dari kata قدر ، kadar, kapasitas, kemampuan. Lalu تقدير / يقدي، adalah kemampuan / proses yang masih berjalan. Apa hubungannya dengan nasib? Nasib dari kata نصب، yang bisa berarti hitungan, garis, batas-batas. Biasa dipakai dalam zakat ketika harta kita mencapai 'nashob', hitungan/garis, yang mengharuskan kita membayar zakat. Lalu apa itu qodo? Mengapa harus mengimani qodo dan qodar? Qodo dari kata قض، bisa diartikan hukum pasti, kumpulan data-data aturan. Dalam hukum Islam, qodli, itu hakim, yang menilai, yang memutuskan/menetapkan perkara. Qodo adalah ketetapan-ketetapan perkara kehidupan seluruh semesta, dan qodar adalah kemampuan-kemampuan tiap makhluknya. Misal, singa itu kemampuannya berburu, berlari, tapi kalau dilatih, dia juga bisa menghibur penonton sirkus. Tapi hampir pasti tidak bisa terbang, dan semacamnya.
Orang biasanya memikirkan takdir justru ketika dia sedang berada dalam masalah, lebih khususnya kekecewaan/kegagalan. Dan sangat umum terjadi, bukan malah memahami algoritma takdir, tapi justru menjadikannya semakin jauh dari Tuhan atau bahkan membenci-Nya. Ya itu wajar. Penting dipahami, se-benci apapun manusia pada Tuhannya, Dia selalu memberi rezeki kepadanya.
Jadi, Tuhan merencanakan apa menentukan? Einstein dan Niel Bohr pernah berdebat juga tentang ini dalam konteks fisika kuantum. Saat Einstein bilang _Tuhan tak bermain dadu dengan semesta ini_ . Maksudnya, tidak mungkin semesta ini diputuskan dari sistem yang tak bisa dihitung (wilayah kuantum). Bohr lalu menjawab : Berhentilah mengatur apa yang Tuhan lakukan. Sekaliber 2 tokoh besar fisika itu pun kebingungan, apalagi kita yang hitung-hitungan pakai kalkulator saja masih sering salah. heheh
Jadi, bagaimana menyikapi takdir? Begini *sederhananya* :
Tuhan itu maha berilmu dan maha baik. Dia menetapkan garis-garis takdir terbaik beserta _qadar_ (kemampuan) tiap makhluknya. Qadar ini, seperti AI (artificial intellegence) / kecerdasan buatan yang terus bisa diupgrade. Ada ketetapan yang tak bisa diubah, seperti lahir di keluarga mana dan perempuan atau laki-laki (operasi kelamin bukan berarti operasi takdir/qodrat). Tapi ada ketetapan yang bisa diubah, misal cantik atau tampan, kaya atau miskin, bodoh atau pintar, dsb. Semua itu adalah qadar yang bisa diupgrade. Seperti kata-kata : kamu tak bisa memilih lahir di keluarga yang bagaimana, tapi kamu bisa menentukan (berusaha) masa depanmu seperti apa. Sebagian anak terlahir dengan kemewahan, sebagian lagi terlahir dengan otot dan/ otak yang kuat untuk memikul beban takdirnya sendiri.
*Selamat medang..*
ذهب ظمء و بتلتل ءرق و ثبتل اجر انشا الله
Jumat, 29 Maret 2024
